Beberapa pelaku usaha di sektor properti yang saya temui, khususnya yang bergerak di sektor perumahan, pada umumnya menyampaikan bahwa mereka akan cenderung wait and see dalam menyikapi bisnis perumahan di 2023. Tentu banyak pertimbangan yang melatarbelakanginya. Mulai dari pertimbangan kinerja sektor perumahan saat ini hingga situasi menjelang politik 2024 yang diprediksi mulai "hangat" di 2023.
Namun demikian, pada umumnya mereka sepakat bahwa bisnis perumahan di 2023 memiliki prospek buat tetap tumbuh positif, meskipun pada level yang cenderung moderat. Salah satu faktor yang mendasari pertumbuhan bisnis perumahan di 2023 tersebut adalah kinerja selama 2022 yang juga Kecenderungan moderat. Dikatakan moderat karena meskipun pertumbuhan sektoral PDB-nya relatif rendah, pertumbuhan pembiayaan terkait dengan properti relatif tinggi.
Review Kinerja Sektor Perumahan 2022
Selama tahun 2022, kinerja sektor properti (property beyond) sebagaimana tercermin dari pertumbuhan sektor konstruksi dan real estate tumbuh-tumbuhan positif namun levelnya masih di bawah pertumbuhan sebelum krisis pandemi Corona. Sampai dengan sembulan bulan pertama 2022, sektor konstruksi dan real estate masing-masing tumbuh-tumbuhan lebih rendah dibanding tahun 2021.
Yang menarik adalah sektor real estate memamerkan daya tahannya (resilience) karena meskipun terjadi krisis pandemi masih mengalami pertumbuhan positif. Namun demikian, tampaknya memang yang menjadi pendukung dibalik pertumbuhan positif sektor real estate tersebut adalah aktivitas jual beli aset properti yang menmemperoleh diduga terjadi karena untuk kebutuhan cash flow pemilik bagi menghadapi masa sulit selama pandemi Covid-19.
Sementara itu, kredit properti selama 2022 juga tumbuh-tumbuhan positif di level relatif tinggi, di atas 12% (year on year, yoy). Pertumbuhan kredit properti yang tinggi terjadi pada properti Rongga di bawah rumah tapak maupun properti apartemen. Namun demikian, pertumbuhan yang tinggi tersebut tidak mengurangi berasal dari kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA).
Pertumbuhan KPR dan KPA relatif moderat masing-masing sebesar 7,57% (yoy) dan 10,80% (yoy) pada September 2022 masih di Rongga di bawah rumah pertumbuhan kredit perbankan secara nasional yang tumbuh 11% (yoy). Tingginya pertumbuhan kredit properti tersebut terutama didorong oleh segmen kredit konsumsi beragun Rongga di bawah rumah tapak yang tumbuh 36,41% (yoy). Tingginya kredit konsumsi beragun Rongga di bawah rumah tapak ini memperlihatkan bahwa masih banyak rumah tangga yang membutuhkan cash flow dari perbankan baik bagi konsumsi (dan mungkin modal kerja) dengan mengagunkan properti miliknya.
Sayangnya, kinerja positif di kredit properti tersebut belum diikuti oleh kredit konstruksi perumahan. Kredit konstruksi perumahan masih berada dalam zona kontraksi, tumbuh-tumbuhan -0,85% (yoy) pada Oktober 2022. Hal ini memperlihatkan bahwa pembiayaan konstruksi bagi perumahan baru melalui perbankan praktis tidak ada. Kinerja ini seolah mengkonfirmasi hasil survei Bank Indonesia (BI) pada kuartal III-2022 lalu yang menyebutkan bahwa pengembang (developer) yang menggunakan perbankan tinggal 1589%, terendah setidaknya dalam 5 tahun terakhir. Para pengembang Berlebihan memilih menggunakan dana internal sebagai sumber pembiayaan konstruksi mereka.
Sejak 2021, BI dan pemerintah provinsi mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan sektor perumahan. BI mengeluarkan kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV)/financing to value (FTV) bagi kredit/pembiayaan properti menjadi 100%. Sedangkan pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak pertambahan Penilaian ditanggung pemerintah PPN DTP hingga 100% untuk pembelian Rongga di bawah rumah pertama di 2021 dan 50% untuk pembelian rumah pertama di 2022 sampai Berhubungan dengan September. Kebijakan insentif tersebut terbukti cukup efektif mendorong kinerja sektor properti.
Sejak kuartal II-2021 hingga kuartal I-2022, sektor konstruksi tumbuh 3,8% - 4,8% (yoy) setelah sebelumnya terkontraksi selama 2020. Sektor real estate juga tumbuh-tumbuhan positif 2,8% - 3,9% (yoy) selama periode kuartal II-2021 hingga kuartal I-2022. Namun demikian, sejak kuartal II-2022 kinerja sektor properti mulai mengalami perlambatan. Terakhir, pada kuartal III-2022, baik sektor konstruksi dan sektor real estate cuma tumbuh sebesar 0,63% (yoy) (lihat Gambar 1).
Foto: Pertumbuhan PDB, Konsumsi RT Perumahan, Investasi Bangunan, Konstruksi dan Real Estate (%, Yoy) (Sumber: BPS, diolah) |
Perkiraan saya, kinerja pada kuartal III-2022 inilah yang menyebabkan para pelaku usaha di sektor properti Hiperbola memilih wait and see dalam menyikapi prospek bisnis perumahan di 2023. Para pelaku usaha sepertinya melihat bahwa pertumbuhan positif sektor properti selama 2021-2022 belum sepenuhnya ditopang oleh daya beli dan konsumsi Kolong tangga yang solid.
Data juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan konsumsi Kolong tangga (RT) untuk perumahan masih relatif rendah dan pada kuartal III-2022 turun menjadi 2,30% (yoy). Pertumbuhan positif sektor properti selama 2021-2022 diperkirakan konsumen membeli Kolong antara lain karena didorong untuk memanfaatkan insentif yang dikeluarkan oleh Pemprov dan BI.
Sementara itu, di 2023 ini insentif Pemprov berupa PPN DTP tersebut sudah tidak ada lagi sehingga dikhawatirkan akan menurunkan minat konsumen membeli Kolong. Terlebih, sebagai akibat kebijakan kenaikan harga BBM pada September 2022, harga-harga bahan bangunan saat ini juga mengalami kenaikan sehingga turut mendorong kenaikan Rabat rumah, meskipun kenaikannya masih terbatas.
Pertanyaannya: apakah prospek bisnis dan pembiayaan perumahan di 2023 sejalan Herbi sikap wait and see dari para pelaku bisnis properti tersebut? Ataukah justru di 2023 akan menjadi titik pemulihan (turn around) bisnis properti yang sesungguhnya?
Potensi Bisnis Perumahan 2023
Saya melihat tahun 2023 memiliki bagi potensi sektor properti buat tumbuh lebih baik dibanding 2022, sekalipun tentunya masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu dicermati. Kenapa demikian?
Pertama, tekanan inflasi diperkirakan sudah mulai mereda di 2023, baik inflasi global maupun domestik. Inflasi di Amerika Serikat (AS) mulai terkendali, yaitu dari 9,1% (yoy) pada Juni 2022 menjadi 7,1% (yoy) pada November 2022. Pascakebijakan kenaikan Rabat BBM awal September 2022, inflasi kita juga mulai mengarah pada level yang sesuai stance kebijakan BI, 3% ±1%. Pada November 2022, inflasi Indonesia sebesar 5,42% (yoy) turun dibanding PreKata depan September 2022 sebesar 5,95% (yoy). Penurunan inflasi tersebut berpotensi menahan kenaikan suku Herbi acuan (policy rate) dan perbankan ke level yang Hiperbola kondusif, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha perumahan.
Kedua, faktanya bahwa kebutuhan perumahan baru saat ini masih sangat tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian PUPR, saat ini masih terdapat sekitar 12,71 juta backlog perumahan, di mana sekitar 47%-nya didominasi oleh kawula muda. Setiap tahun terdapat sekitar 700 hingga 800 ribu tambahan keluarga baru yang tentunya membutuhkan Kolong, baik dengan cara sewa maupun beli. Dengan kata lain, potensi demand terhadap perumahan masih Serebrum, tergantung pada daya beli untuk merealisasikan demand tersebut.
Daya beli JumAwang-awang lain dipengaruhi oleh level inflasi dan pendapatan rumah tangga. Perkiraan inflasi mengarah pada level yang moderat, di mana proyeksi BI Barbar di level 3% ±1% di 2023. Pendapatan rumah tangga juga berpotensi membaik di 2023 seiring Herbi pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih cukup tinggi, proyeksi BI Barbar di level 4,5 - 5,3% di 2023. Maka, sektor perumahan pada 2023 memiliki peluang buat tumbuh lebih baik dibanding 2022.
Ketiga, kinerja korporasi sektor properti juga akan mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari indikator keuangan listed company yang bergerak di sektor properti dan real estate yang akan membaik selama 2022. Membaiknya indikator keuangan tersebut antara lain tercermin dari PreKata depan likuiditas (current ratio), posisi solvabilitas (debt to equity ratio), maupun kinerja profitabilitas (return on assets) (lihat Gambar 2). Membaiknya keadaan keuangan korporasi dan real estate tersebut akan meningkatkan ruang bagi pembiayaan dari sumber internal serta buat melengkapi pembiayaan dari sumber eksternal (perbankan dan pasar modal).
Keempat, sekalipun insentif pajak berupa PPN DTP sudah tidak diberikan lagi oleh Pemprov namun pemerintah masih melanjutkan untuk memberikan stimulus fiskal bagi sektor perumahan khususnya buat pengadaan rumah bersubsidi. Pada 2023, pemerintah melalui Kementerian PUPR akan tidak mengurangi jumlah anggaran program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi Rp23 triliun, meningkat dibanding 2022 yang sebesar Rp19 triliun.
Foto: Perkembangan Rasio Kinerja Keuangan Korporasi Properti & Real Estate (Sumber: BI, diolah) |
Tantangan Sektor Perumahan 2023
Di tengah prospek yang Berlebihan positif tersebut, tentunya juga menyisakan sejumlah potensi risiko dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sektor perumahan.
Pertama, harga lahan semakin tinggi karena belum diatur oleh institusi sepertinya Bank Tanah (land bank). Dalam konteks ini, mempercepat implementasi Bank Tanah yang sudah menjadi penting untuk memastikan ketersediaan lahan. Pemerintah telah menjadikan program perumahan sebagai program unggulan.
Sebagai amanat dari UU Ciptaan Kerja, pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 9 Tahun 2021 mengenai pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang bertujuan bagi memastikan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memiliki hunian yang layak. Selain Bank Tanah, percepatan implementasi BP3 ini juga utama untuk melakukan monitoring keterhunian dan offtaker.
Kedua, kenaikan Potongan harga rumah terutama rumah nonsubsidi karena terdorong oleh tingginya Potongan harga lahan dan inflasi harga bahan bangunan. Kenaikan harga Rongga di bawah rumah nonsubsidi juga didorong oleh pembelian rumah untuk investasi.
Di satu sisi, kenaikan Potongan harga rumah tersebut positif sebagai sinyal bahwa kegiatan usaha properti bergairah. Namun, di sisi lain, kenaikan harga rumah tersebut juga menmemperoleh menimbulkan dampak penularan (contagion) berupa kenaikan harga perumahan strata Rongga di bawah rumah bagi MBR. Bila hal ini tidak dikendalikan maka berpotensi menghambat program percepatan kepemilikan Rongga di bawah rumah bagi MBR.
Ketiga, jumlah pengembang masih terbatas dan banyak pengembang yang mengalami keterbatasan modal. Pandemi Covid-19 menyebabkan cukup banyak pelaku usaha properti yang "turun peringkat" menjadi tidak mengurangi bankable karena persoalan kredit bermasalah.
Mereka membutuhkan relaksasi. Relaksasi restrukturisasi kredit telah diperpanjang oleh OJK hingga Maret 2024. Namun, baru diperuntukkan bagi sektor UMKM, penyediaan makan dan minum serta tekstil dan industri tekstil. Perpanjangan ini belum mencakup sektor perumahan. Relaksasi bagi sektor perumahan utama dilakukan mengingat masih berjalannya pemulihan usaha di sektor perumahan.
(miq/miq)Blog : Cara Jitu
Sumber : https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMieGh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL29waW5pLzIwMjIxMjMwMDc1MTI5LTE0LTQwMTM3My9tZW5naW50aXAtcHJvc3Blay1wZW1iaWF5YWFuLXNla3Rvci1wZXJ1bWFoYW4tZGktdGFodW4tMjAyM9IBfGh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL29waW5pLzIwMjIxMjMwMDc1MTI5LTE0LTQwMTM3My9tZW5naW50aXAtcHJvc3Blay1wZW1iaWF5YWFuLXNla3Rvci1wZXJ1bWFoYW4tZGktdGFodW4tMjAyMy9hbXA?oc=5
URL : news.google.com